Teknologi Modifikasi Cuaca untuk Pengendalian Banjir
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melalui UPT Hujan Buatan mengampanyekan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai solusi pengendalian banjir kepada instansi-instansi terkait, termasuk pemerintah daerah. Beberapa waktu lalu, tim UPT Hujan Buatan mengadakan presentasi di hadapan Pemprov Jawa Barat.
“Mencermati banjir di DAS Citarum beberapa waktu lalu yang sangat masif, sampai ke Kerawang dan mengakibatkan kerugian yang begitu besar, kami coba memperkenalkan kepada Pemprov Jawa Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT
Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.
Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.
Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.
Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.
“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.
Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.
Barat bahwa TMC bisa digunakan untuk pengendalian banjir,” terang Dr. Tri Handoko Seto, Meteorologist pada UPT Hujan Buatan-BPPT
Dalam upaya pengendalian banjir, jelas Seto, modifikasi cuaca yang dilakukan adalah menyegerakan awan yang tumbuh di laut menjadi hujan sebelum awan tersebut bergabung dengan awan darat.
Menurutnya, secara teknologi hal tersebut memungkinkan, yakni dengan menggunakan bahan semai berukuran 30 hingga 100 mikron. “Bahan semai yang biasa digunakan untuk modifikasi cuaca untuk atasi kekeringan adalah untuk membuat hujan turun lebih cepat dan dan lebih banyak. Pada upaya pengendalian banjir, yang kita gunakan hanya yang untuk membuat hujan turun lebih cepat. Karena itu bahan semai yang digunakan 30 sampai 100 mikron,” terang Seto.
Menurutnya, TMC untuk pengendalian banjir telah dikenalkan UPT Hujan Buatan sejak 2007. Saat itu Tim UPT Hujan Buatan melakukan presentasi di hadapan Pemprov DKI Jakarta, terkait prediksi bahwa di Jakarta pada 2007 akan mengalami banjir lebih besar ketimbang tahun-tahun sebelumnya. “Namun saat itu, Pemprov DKI Jakarta belum bersedia menerapkannya,” kata Seto.
Untuk pelaksanaannya, UPT Hujan Buatan didukung oleh satu unit mobile radar untuk memantau perkembangan awan dan pesawat CASA 212 seri 200 untuk menebar bahan semai.
“Untuk kasus Jakarta, begitu terpantau oleh radar ada pertumbuhan awan di pantai utara Jawa, langsung kita sebar bahan semai agar awan segera menjadi hujan, dan tak sempat bergabung dengan awan darat,” jelas Seto.
Untuk Jawa Barat, pemantauan dilakukan di dua sisi, yakni di utara dan selatan. “Memang agak lebih sulit. Di Jawa Barat,pemantauan awan selain menggunakan mobile radar, juga perlu didukung dengan stationary radar yang ada di Puspitek Serpong,” kata Seto seraya menambahkan, kedua radar itu mampu mengkover pemantauan awan di uatar dan selatan Jawa Barat.
0 comments:
Post a Comment